Sabtu, 05 Mei 2012

SIAPA YANG MEREKOMENDASIKAN TULISAN HALAL DARI SEGI HUKUM


Tulisan 2
SIAPA YANG MEREKOMENDASIKAN TULISAN HALAL DARI SEGI HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Labelisasi halal merupakan rangkaian persyaratan yang seharusnya dipenuhi oleh pelaku usaha yang bergerak dibidang pengolahan produk makanan dan minuman atau diistilahkan secara umum sebagai pangan. Pangan (makanan dan minuman) yang halal, dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya supaya dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di luar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Demi ketentraman dan kenyamanan konsumen pelaku usaha wajib menampilkan labelisasi halal yang sah dikeluarkan oleh pemerintah melalui aparat yang berwenang. Dengan menampilkan labelisasi halal pada pangan yang ditawarkan ke konsumen ini menjadikan peluang pasar yang  baik sangat terbuka luas dan menjanjikan.
Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujiansecara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halalapabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, tujuan akhir darisertifikasi halal adalah adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi ketentuan halal. Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik pemrosesan, penyimpanan, penanganan, dan pengepakan acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

“Terhadap makanan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan, Kepala Badan POM dapat menetapkan persyaratan (diantaranya) bahwa makanan itu terlebih dahulu diuji dan/atau diperiksa di Indoensia dari segi keamanan, mutu dan/atau gizi, sebelum peredarannya. Dan diantara aspek mutu atau kualitas makanan/pangan itu mencakup pula aspek kehalalan,” kata Dr. Husniah Rubiana Th. Akib, M.S., M.Kes.,Sp.FK., dalam sambutan dan paparannya pada acara Milad LPPOM MUI ke-21 di Jakarta, 7 Januari 2010 yang lalu, seraya mengutip Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Thun 2004, pasal 37, ayat 2.

Dalam pemeriksaan aspek kehalalan itu Badan POM berkerjasama dengan MUI dan LPPOM sebagai lembaga umat yang berwenang di bidang ini. Karena kami mengakui otoritas untuk memeriksa aspek kehalalan itu, sebagai bagian dari tuntutan dan tuntunan agama. Sesuai dengan kaidah yang menyatakan, “Apabila suatu urusan diserakan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. Dan keahlian dalam aspek kehalalan itu jelas merupakan bidangnya pada ulama di MUI. Dalam hal ini telah pula dibuat dan ditanda-tangani Piagam Kerjasama abtaa Departemen Kesehatan (Ditjen POM, ketika itu), dengan Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia tentang Pelaksanaan Pencantuman Label Halal pada Makanan, tertanggal 21 Juni 1996. Dengan demikian, maka Pencantuman Label Halal pada produk pangan Harus dengan Sertifikasi Halal MUI. Demikian Kepala Badan POM RI menjelaskan dan menekankan tentang otoritas MUI dalam sertifikasi halal untuk menentukan dan menetapkan kehalalan produk yang akan diedarkan di Indonesia dengan ijin Badan POM RI.

Law Enforcement

Kalau ada perusahaan yang melanggar peraturan ini, maka Badan POM akan melakukan Law Enforcement, penegakkan hukum dan peraturan, sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat dari produk pangan dan obat-obatan yang berbahaya bagi masyarakat sesuai dengan Visi dan Misi Badan POM yang diamanatkan Negara. Termasuk tentunya adalah aspek kehalalan.

Dijelaskan lebih lanjut, perusahaan-perusahaan yang melanggar ketentuan ini dapat disidik dengan proses pro-justicia. Dan kalau memenuhi syarat, dapat diajukan ke pengadilan. Pada tahun yang lalu, misalnya, kami telah melakkan penyitaan produkperusahaan yang melanggar peraturan sampai sejumlah sekitar Rp 3,5 triliun. Termasuk dalam hal ini adalah produk-produk yang melanggar ketentuan kehalalan pangan. Beberapa perusahaan diantaranya diproses pro-justicia. Demikian paparan Kepala Badan POM ini pada acara Milad LPPOM MUI yang diikuti oleh para pimpinan perusahaan yang telah mendapat sertifikat halal MUI itu. (Usm).

Berdasarkan peraturan yang berlaku, label halal yang dicantumkan dalam suatu produk pangan dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang dimiliki oleh produk yang bersangkutan dimana sertifikat halal tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yaitu LPPOM MUI.
Pada prakteknya, produsen menengah besar yang berniat mencantumkan label halal pada produknya (sebagai jaminan kehalalan produk tersebut mendaftarkan produk yang bersangkutan ke Badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Badan POM bersama-sama dengan Depag dan LPPOM MUI kemudian melakukan pemeriksaan terhadap produk yang didaftarkan yaitu secara desk evaluation dan kunjungan ke pabrik. Hasil pemeriksaan kemudian dirapatkan di LPPOM MUI, jika tidak ada masalah maka hasil pemeriksaan dibawa ke Komisi Fatwa MUI untuk diperiksa kembali dan jika tidak ada masalah maka MUI akan mengeluarkan sertifikat halal untuk produk yang didaftarkan tersebut. Berdasarkan sertifikat halal inilah kemudian Badan POM akan mengizinkan pencantuman label halal pada produk yang didaftarkan.
Perlu diketahui bahwa pemeriksaan kehalalan bagi produk industri besar dan menengah dapat dilakukan setelah produk yang didaftarkan tersebut telah mendapatkan nomor MD (nomor pendaftaran di Badan POM), sedangkan nomor MD sendiri diperoleh setelah produk tersebut lolos pemeriksaan keamanan, mutu dan persyaratan lainnya (persyaratan apa yang boleh tercantum dalam kemasan kemasan misalnya).
Untuk produk impor nomor pendaftarannya adalah ML, sedangkan untuk produk industri kecil nomor pendaftarannya adalah SP. Nomor SP diberikan setelah produsen kecil mengikuti suatu penyuluhan yang dilakukan oleh Kanwil Departemen Kesehatan dan produsen telah mendapatkan sertifikat penyuluhan tersebut.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Cara memilih produk pangan dalam kemasan yang telah dijamin kehalalannya adalah sebagai berikut:
1. Jika produk pangan olahan tersebut dalam kemasannya telah mencantumkan nomor MD (nomor pendaftaran pada Badan POM yang menunjukkan produk diproduksi didalam negeri) maka lihat apakah ada label halalnya, jika ada maka kehalalannya sudah terjamin karena untuk dapat diizinkan mencantumkan label halal dalam kemasannya maka harus mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Jika tidak ada label halalnya maka berarti kehalalannya belum ada yang menjamin.
2. Untuk produk impor, lihat apakah sudah memiliki nomor ML pada kemasannya, jika sudah perhatikan bahasa yang digunakan dalam kemasan, jika berbahasa Indonesia maka perhatikan label halalnya, jika ada maka kehalalannya sudah terjamin seperti nomor 1 diatas. Untuk produk impor dari negara mayoritas muslim seperti Malaysia, perhatikan label halalnya, jika ada berarti kehalalannya sudah ada yang menjamin. Untuk produk impor lainnya, jika tidak ada label halalnya harus dihindari dan kita pun harus berhati-hati apabila produk tersebut berlabel halal tetapi diproduksi oleh negara mayoritas non muslim, untuk kasus ini perlu menanyakan keabsahan label halalnya ke LPPOM MUI.
3. Untuk produk pangan hasil industri kecil, biasanya bernomor pendaftaran SP, masih bermasalah karena masih cukup banyak yang mencantumkan label halal walaupun sebetulnya belum mendapatkan sertifikat halal dari MUI, sebagian lagi sudah didasarkan atas sertifikat halal yang diperoleh dari MUI. Hal ini terjadi karena ketidakfahaman industri kecil dalam masalah sertifikasi halal. Oleh karena dibutuhkan pengetahuan kita dalam menilai apakah produk pangan industri kecil ini diragukan kehalalannya atau tidak.
4. Daftar produk halal dapat dilihat di Jurnal Halal terbitan LPPOM MUI atau di http://www.halalguide.info atau http://www.indohalal.com daftar ini memuat produk yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI.

REFERENSI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar