Tulisan 2
SIAPA
YANG MEREKOMENDASIKAN TULISAN HALAL DARI SEGI HUKUM
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Labelisasi halal merupakan rangkaian persyaratan yang seharusnya dipenuhi
oleh pelaku usaha yang bergerak dibidang pengolahan produk makanan dan minuman
atau diistilahkan secara umum sebagai pangan. Pangan (makanan dan minuman) yang
halal, dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan
lokal di Indonesia khususnya supaya dapat bersaing dengan produk lain baik di
dalam maupun di luar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas
penduduknya adalah muslim. Demi ketentraman dan kenyamanan konsumen pelaku
usaha wajib menampilkan labelisasi halal yang sah dikeluarkan oleh pemerintah
melalui aparat yang berwenang. Dengan menampilkan labelisasi halal pada pangan
yang ditawarkan ke konsumen ini menjadikan peluang pasar yang baik sangat
terbuka luas dan menjanjikan.
Sertifikasi halal dan
labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang berbeda tetapi mempunyai
keterkaitan satu sama lain. Sertifikasi
halal dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujiansecara
sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi
ketentuan halal. Hasil dari
kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halalapabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi
ketentuan sebagai produk halal. Sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga
yang mempunyai otoritas untuk melaksanakannya, tujuan akhir darisertifikasi halal adalah
adanya pengakuan secara legal formal bahwa produk yang dikeluarkan
telah memenuhi ketentuan halal. Indonesia dalam
menghadapi perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global,
dikhawatirkan sedang dibanjiri pangan dan produk lainnya yang mengandung atau
terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik pemrosesan, penyimpanan, penanganan,
dan pengepakan acapkali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan
atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
“Terhadap
makanan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan, Kepala
Badan POM dapat menetapkan persyaratan (diantaranya) bahwa makanan itu terlebih
dahulu diuji dan/atau diperiksa di Indoensia dari segi keamanan, mutu dan/atau
gizi, sebelum peredarannya. Dan diantara aspek mutu atau kualitas
makanan/pangan itu mencakup pula aspek kehalalan,” kata Dr. Husniah Rubiana Th.
Akib, M.S., M.Kes.,Sp.FK., dalam sambutan dan paparannya pada acara Milad LPPOM
MUI ke-21 di Jakarta, 7 Januari 2010 yang lalu, seraya mengutip Peraturan
Pemerintah (PP) No. 28 Thun 2004, pasal 37, ayat 2.
Dalam
pemeriksaan aspek kehalalan itu Badan POM berkerjasama dengan MUI dan LPPOM
sebagai lembaga umat yang berwenang di bidang ini. Karena kami mengakui
otoritas untuk memeriksa aspek kehalalan itu, sebagai bagian dari tuntutan dan
tuntunan agama. Sesuai dengan kaidah yang menyatakan, “Apabila suatu urusan diserakan
kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. Dan keahlian dalam aspek
kehalalan itu jelas merupakan bidangnya pada ulama di MUI. Dalam hal ini telah
pula dibuat dan ditanda-tangani Piagam Kerjasama abtaa Departemen Kesehatan
(Ditjen POM, ketika itu), dengan Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia
tentang Pelaksanaan Pencantuman Label Halal pada Makanan, tertanggal 21 Juni
1996. Dengan demikian, maka Pencantuman Label Halal pada produk pangan Harus
dengan Sertifikasi Halal MUI. Demikian Kepala Badan POM RI menjelaskan dan
menekankan tentang otoritas MUI dalam sertifikasi halal untuk menentukan dan
menetapkan kehalalan produk yang akan diedarkan di Indonesia dengan ijin Badan
POM RI.
Law
Enforcement
Kalau ada
perusahaan yang melanggar peraturan ini, maka Badan POM akan melakukan Law Enforcement, penegakkan
hukum dan peraturan, sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang
berlaku. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat dari produk pangan
dan obat-obatan yang berbahaya bagi masyarakat sesuai dengan Visi dan Misi
Badan POM yang diamanatkan Negara. Termasuk tentunya adalah aspek kehalalan.
Dijelaskan lebih
lanjut, perusahaan-perusahaan yang melanggar ketentuan ini dapat disidik dengan
proses pro-justicia. Dan kalau memenuhi syarat, dapat diajukan ke pengadilan.
Pada tahun yang lalu, misalnya, kami telah melakkan penyitaan produkperusahaan
yang melanggar peraturan sampai sejumlah sekitar Rp 3,5 triliun. Termasuk dalam
hal ini adalah produk-produk yang melanggar ketentuan kehalalan pangan.
Beberapa perusahaan diantaranya diproses pro-justicia. Demikian paparan Kepala
Badan POM ini pada acara Milad LPPOM MUI yang diikuti oleh para pimpinan
perusahaan yang telah mendapat sertifikat halal MUI itu. (Usm).
Berdasarkan peraturan yang berlaku, label halal yang
dicantumkan dalam suatu produk pangan dalam kemasan harus didasarkan atas
sertifikat halal yang dimiliki oleh produk yang bersangkutan dimana sertifikat
halal tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yaitu LPPOM MUI.
Pada prakteknya, produsen menengah besar yang berniat
mencantumkan label halal pada produknya (sebagai jaminan kehalalan produk
tersebut mendaftarkan produk yang bersangkutan ke Badan POM (Pengawasan Obat
dan Makanan). Badan POM bersama-sama dengan Depag dan LPPOM MUI kemudian
melakukan pemeriksaan terhadap produk yang didaftarkan yaitu secara desk
evaluation dan kunjungan ke pabrik. Hasil pemeriksaan kemudian dirapatkan di
LPPOM MUI, jika tidak ada masalah maka hasil pemeriksaan dibawa ke Komisi Fatwa
MUI untuk diperiksa kembali dan jika tidak ada masalah maka MUI akan
mengeluarkan sertifikat halal untuk produk yang didaftarkan tersebut.
Berdasarkan sertifikat halal inilah kemudian Badan POM akan mengizinkan
pencantuman label halal pada produk yang didaftarkan.
Perlu diketahui bahwa pemeriksaan kehalalan bagi produk
industri besar dan menengah dapat dilakukan setelah produk yang didaftarkan
tersebut telah mendapatkan nomor MD (nomor pendaftaran di Badan POM), sedangkan
nomor MD sendiri diperoleh setelah produk tersebut lolos pemeriksaan keamanan,
mutu dan persyaratan lainnya (persyaratan apa yang boleh tercantum dalam
kemasan kemasan misalnya).
Untuk produk impor nomor pendaftarannya adalah ML,
sedangkan untuk produk industri kecil nomor pendaftarannya adalah SP. Nomor SP
diberikan setelah produsen kecil mengikuti suatu penyuluhan yang dilakukan oleh
Kanwil Departemen Kesehatan dan produsen telah mendapatkan sertifikat
penyuluhan tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Cara memilih produk pangan dalam kemasan yang telah dijamin
kehalalannya adalah sebagai berikut:
1. Jika produk pangan olahan tersebut dalam kemasannya
telah mencantumkan nomor MD (nomor pendaftaran pada Badan POM yang menunjukkan
produk diproduksi didalam negeri) maka lihat apakah ada label halalnya, jika
ada maka kehalalannya sudah terjamin karena untuk dapat diizinkan mencantumkan
label halal dalam kemasannya maka harus mendapatkan sertifikat halal dari MUI.
Jika tidak ada label halalnya maka berarti kehalalannya belum ada yang
menjamin.
2. Untuk produk impor, lihat apakah sudah memiliki nomor ML
pada kemasannya, jika sudah perhatikan bahasa yang digunakan dalam kemasan,
jika berbahasa Indonesia maka perhatikan label halalnya, jika ada maka
kehalalannya sudah terjamin seperti nomor 1 diatas. Untuk produk impor dari
negara mayoritas muslim seperti Malaysia, perhatikan label halalnya, jika ada
berarti kehalalannya sudah ada yang menjamin. Untuk produk impor lainnya, jika
tidak ada label halalnya harus dihindari dan kita pun harus berhati-hati
apabila produk tersebut berlabel halal tetapi diproduksi oleh negara mayoritas
non muslim, untuk kasus ini perlu menanyakan keabsahan label halalnya ke LPPOM
MUI.
3. Untuk produk pangan hasil industri kecil, biasanya
bernomor pendaftaran SP, masih bermasalah karena masih cukup banyak yang
mencantumkan label halal walaupun sebetulnya belum mendapatkan sertifikat halal
dari MUI, sebagian lagi sudah didasarkan atas sertifikat halal yang diperoleh
dari MUI. Hal ini terjadi karena ketidakfahaman industri kecil dalam masalah
sertifikasi halal. Oleh karena dibutuhkan pengetahuan kita dalam menilai apakah
produk pangan industri kecil ini diragukan kehalalannya atau tidak.
4. Daftar produk halal dapat dilihat di Jurnal Halal
terbitan LPPOM MUI atau di http://www.halalguide.info atau
http://www.indohalal.com daftar ini memuat produk yang telah mendapatkan
sertifikat halal dari MUI.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar