Tulisan 3
PERUSAHAAN
YANG MELANGGAR ASPEK HUKUM YANG DI LIHAT DARI ETIKA MORAL
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bisnis modern merupakan realitas yang
sangat kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi pada bisnis makro, namun juga
mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis.
Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas
masyarakat modern. Karena bisnis merupakan kegiatan sosial, yang di dalamnya
terlibat banyak orang, bisnis dapat dilihat sekurang-kurangnya dari 3 sudut
pandang berbeda, antara lain: sudut pandang ekonomi, sudut pandang hukum, dan
sudut pandang etika.
Dilihat dari sudut pandang ekonomis, bisnis
adalah kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi dalam kegiatan ini antara lain tukar
menukar, jual beli, memproduksi memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan
untuk mencari keuntungan. Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam
kegiatan berbisnis tidak hanya sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Pada
kenyataannya, banyak pelaku bisnis di Indonesia tidak memikirkan tentang hal
tersebut. Mereka lebih cenderung untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa memikirkan kerugian pihak lain. Sebagai contoh, seseorang yang ingin
menjual sepeda motornya kepada seorang pembeli. Penjual tersebut menjual dengan
harga tinggi. Padahal, banyak kekurangan pada motor tersebut. Namun si penjual
tidak mengatakan hal tersebut kepada pembelinya. Dia tidak peduli dengan
kerugian yang akan ditanggung oleh si pembeli. Yang diinginkan penjual tersebut
adalah mendapat banyak keuntungan. Hal ini hanya ada satu pihak yang
diuntungkan, sedangkan yang lain dirugikan.
Dengan tidak mengindahkan peranan sentral
dari sudut pandang ekonomis, perlu ditambahkan juga sudut pandang moral. Dalam
kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam
mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai
tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang
lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu
yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis
akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka
panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam
praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada
taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat
antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama.
Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada
masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi. Pada tahun
1985 di Indonesia terjadi kasus menggemparkan dengan berita dalam media massa
Internasional tentang dibajaknya kaset rekaman yang memuat lagu-lagu artis
kondang dan dibuat untuk tujuan amal. Pada saat itu perbuatan tersebut menurut
hukum yang berlaku di Indonesia masih dimungkinkan, tetapi dari segi etika
tentu tidak dibenarkan karena dua alasan, pertama dengan pembajakan kaset ini,
berarti melanggar hak milik orang lain, kedua pembajakan lebih jelek lagi
karena kaset itu berkaitan dengan maksud amal. Dapat dimengerti bila reaksi di
luar negeri terhadap pembajak Indonesia itu sangat tajam dan emosional.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika
bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar,
kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan
berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika
bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di
Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak
sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai
pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk
melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar,
serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang
umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika Bisnis
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan
ataupun bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk
bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun ke bidang
perniagaan, disadari juga kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etika.
Sesuai fungsinya baik secara makro maupun mikro, sebuah bisnis yang baik harus
memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Pada nantinya, jika suatu bisnis
dijalankan berdasarkan etika dan tanggung jawab sosial, tidak hanya lingkungan
makro dan mikronya saja yang mendapat keuntungan, namun perusahaan itu sendiri
juga akan mendapatkan keuntungan secara langsung.
Pengertian etika sering kali disamakan
dengan pengertian moral. Yang dimaksud ajaran moral adalah wejangan-wejangan,
khotbah-khotbah, patokan-patokan, serta kumpulan peraturan dan ketetapan baik
lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan ia bertindak agar
menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika adalah pemikiran yang kritis dan
mendasar mengenai ajaran moral. Oleh karena itu harus dibedakan dengan ajaran
moral.
Etika harus dibedakan dengan etiket.
Etiket berasal dari bahasa Prancis ‘etiquette’ yang berarti tata
cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu, etika berasal
dari bahasa Latin ‘ethos’ yang berarti falsafah moral dan dan
merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu
dipakai pada arti yang sama. Karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda
artinya. Etika sebagai praksis berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh
dipraktekkan atau justru tidak dipraktekan, walaupun seharusnya dipraktekkan.
Sedangkan etis merupakan sifat dari tindakan yang sesuai dengan etika.
Definisi etika bisnis sendiri sangat
beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan
tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan
norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial,
dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan
bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika bisnis sebagai
batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai
moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap
aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
Pada kesempatan lain, ada juga yang
mengemukakan pengertian etika bisnis secara sederhana adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan berbisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri, juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup
bagaimana menjalankan bisnis secara adil sesuai dengan hukum yang berlaku, dan
tidak bergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan
standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena
dalam bisinis seringkali ditemukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh
hukum.
Dari berbagai pendapat diatas, ada banyak
pengertian tentang etika bisnis. Yang terpenting bagi pelaku bisnis adalah
bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang pantas di dunia bisnis. Tugas
pelaku bisnis adalah berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan
pekerjaan sehari-hari dia selalu berusaha dalam kerangka ‘etis’, yaitu tidak
merugikan siapapun secara moral.
Etika bisnis mempunyai prinsip-prinsip
yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus
dijadikan pedoman agar mempunyai standar baku yang mencegah timbulnya
ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasional
perusahaan, Muchlish (1998:31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis
sebagai berikut :
- Prinsip
otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan
secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan
pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil
perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang
berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
- Prinsip
kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling
mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan
pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip
kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
- Prinsip
tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan
prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam
niat jahat perusahaan itu.
Selain yang tersebut di atas, Sony Keraf
(1998) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
- Prinsip
otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan
manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya
tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
- Prinsip
kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang
bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan
berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang
atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan
kerja intern dalam suatu perusahaan.
- Prinsip
keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria
yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
- Prinsip
saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Pada prinsip ini, pebisnis dituntut agar
menjalankan bisnis sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
- Prinsip
integritas moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan
internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan
bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun
perusahaannya.
Sonny juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya
banyak perusahaan besar telah mengambil langkah yang tepat ke arah penerapan
prinsip-prinsip etika bisnis ini, kendati prinsip yang dianut bisa beragam.
Pertama-tama membangun apa yang dikenal sebagai budaya perusahaan (corporate
culture). Budaya perusahaan ini mula pertama dibangun atas dasar visi atau
filsafat bisnis pendiri suatu perusahaan sebagai penghayatan pribadi orang
tersebut mengenai bisnis yang baik. Visi ini kemudian diberlakukan bagi
perusahaannya, yang berarti visi ini kemudian menjadi sikap dan perilaku
organisasi dari perusahaan tersebut baik keluar maupun kedalam. Maka
terbangunlah sebuah etos bisnis, sebuah kebiasaan yang ditanamkan kepada semua
karyawan sejak diterima masuk dalam perusahaan maupun secara terus menerus
dievaluasi dalam konteks penyegaran di perusahaan tersebut. Etos inilah yang
menjadi jiwa yang menyatukan sekaligus juga menyemangati seluruh karyawan untuk
bersikap dan berpola perilaku yang kurang lebih sama berdasarkan prinsip yang
dianut perusahaan. Berkembang tidaknya sebuah etos bisnis ditentukan oleh gaya
kepemimpinan dalam perusahaan tersebut.
Etika bisnis dalam suatu perusahaan
mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang
kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
untuk menciptakan nilai yang tinggi.
Tolok ukur dalam etika bisnis adalah
standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar
moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk
oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang
lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu
diperhatikan beberapa hal, antara lain pengendalian diri, pengembangan
tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang
sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal
yang benar, dan lain sebagainya.
B. Etika
Bisnis dalam Praktek Bisnis di Indonesia
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana
saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya banyak perusahaan yang menghalalkan segala cara. Praktek
curang ini bukan saja merugikan masyarakat, tapi perusahaan itu sendiri
sebenarnya.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis
adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis
yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari
perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang
menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut
menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Banyak hal yang berhubungan dengan
pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak
bertanggung jawab di Indonesia. Praktek bisnis yang terjadi selama ini dinilai
masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai
praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
Pelanggaran etika yang sering dilakukan
oleh pihak swasta, menurut ketua Taufiequrachman Ruki (Ketua KPK
Periode 2003-2007), adalah penyuapan dan pemerasan. Berdasarkan data
Bank Dunia, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1 triliun (sekitar Rp
9.000 triliun) dihabiskan untuk suap. Dana itu diyakini telah meningkatkan
biaya operasional perusahaan. (Koran Tempo - 05/08/2006)
Di bidang keuangan, banyak
perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Erni Rusyani, terungkap bahwa hampir 61.9% dari 21
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap dalam
menyampaikan laporan keuangannya (not available).
Pelanggaran etika perusahaan terhadap
pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi.
Contohnya adalah kasus pelezat masakan merek ”A”. Kehalalan “A” dipersoalkan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa
pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase),
mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri),
yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang
berasal dari pankreas babi.
Kasus lainnya, adalah produk minuman
berenergi yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas
yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. Kita juga masih ingat,
obat anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar karena mengandung bahan berbahaya.
Pada kasus lain, suatu perusahaan di
kawasan di Kalimantan melakukan sayembara untuk memburu hewan Pongo. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan habitat hewan tersebut untuk digunakan sebagai
lahan perkebunan sawit. Hal ini merupakan masalah bagi pemerintah dan dunia
usaha, dimana suatu usaha dituntut untuk tetap melestarikan alam berdampingan
dengan kegiatan usahanya.
Selain itu, pelanggaran juga dilakukan
oleh suatu perusahaan di kawasan Jawa Barat. Perusahaan tersebut membuang
limbah kawat dengan cara membakar kawat tersebut tersebut. Hal ini menyebabkan
asap hitam pekat yang membuat orang mengalami sesak napas dan pusing saat
menghirupnya. Perusahaan tersebut disinyalir tidak melakukan penyaringan udara
saat pembakaran berlangsung. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
sekitar yang berdekatan dengan lokasi pabrik tersebut.
Contoh kasus lain, sebuah perusahaan yang
merupakan suplier resmi dari Petronas melakukan kecurangan bisnis dengan
mengoplos solar menjadi minyak tanah dan menjualnya kepada masyaraka. Hal ini
tentu menjelekkan nama baik Petronas. Selain itu hal ini juga menyebabkan
konsumen Petronas tidak percaya lagi dengan produk-produk Petronas.
Contoh lain yang nyata, yang sering kita
saksikan sendiri atau mungkin bahkan kita pernah mengalaminya sendiri saat membeli
buah-buahan. Buah yang sudah dipilih, saat membungkus buah pilihan tersebut
pedagang menukarnya dengan buah-buahan yang tidak baik kualitasnya tanpa
sepengetahuan pembeli. Atau kasus mengurangi timbangan. Alat timbangan
dipasangi benda yang dapat memberatkan timbangan. Hal ini menyebabkan hasil
timbangan akan berkurang.
Atau tindakan pengoplosan bahan baku dalam
pembuatan makanan kecil atau makanan ringan. Juga tindakan pemberian zat-zat
berbahaya pada makanan kecil yang dijual. Banyak tindakan menyimpang yang
dilakukan oleh pebisnis, baik kecil maupun besar, untuk mendapatkan keuntungan
yang berlipat ganda tanpa memikirkan efek negatif yang akan terjadi. Hal ini
pada akhirnya hanya akan memyebabkan kerugian pada konsumen, juga pada
perusahaan itu sendiri. Kepercayaan yang diberikan konsumen kepada perusahaan
tersebut akan hilang, dan hanya akan membuat perusahaan tersebut kehilangan
konsumennya. Kejujuran adalah asset penting bagi suatu perusahaan untuk
melangsungkan kegiatan berbisnis.
Walaupun berbagai kasus tersebut banyak
terjadi di Indonesia, namun tidak semua perusahaan atau pebisnis di Indonesia
melakukan pelanggaran etika dalam kegiatan berbisnis yang dijalankannnya. Masih
banyak pebisnis yang menerapkan etika bisnis dalam kegiatan berbisnis yang
dijalankannya. Dalam hal ini, perusahaan tidak berpikir pada keuntungan jangka
pendek. Tidak perlu melakukan kecurangan pada praktek berbisnis akan memberikan
keuntungan jangka panjang. Hal ini sebenarnya lebih penting bagi para pebisnis
daripada keuntungan yang banyak dalam sekali waktu, dan pada waktu selanjutnya
kegiatan berbisnis harus dihentikan karena berbagai pihak yang terlibat dalam
kegiatan bisnisnya tidak mempercayai lagi.
C. Bentuk
pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia
Mempraktekkan bisnis dengan etiket berarti
mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis
menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada
sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di
mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi
yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan dan kekayaan,
tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang
lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu
memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai,
meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan.
Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai
etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial,
hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika
mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka
setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan,
kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak
etis dan tidak bermoral
Berikut adalah bentuk-bentuk pelanggaran
etika bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam kegiatan bisnis di Indonesia :
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap hukum
Contoh pelanggaran tersebut seperti sebuah
perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk
melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesangon sebagaimana yang diatur dalam UU No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan X dapat dikatakan
melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan
pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya
sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali
tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah
diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi
maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah
didesak oleh banyak pihak, yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragam guru. Dalam kasus ini, pihak yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus
mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis
dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu
mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia
diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan
kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola
sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena
sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta
itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Yogyakarta
melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan
perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI
setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang
dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke
negara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan
mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan
visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan,
bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan
PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini
dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip
pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang
seharusnya diberangkatkan ke negara lain tujuan untuk bekerja.
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan properti ternama di
Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun rumah dari developer kepada
dua orang konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut.
Konsumen pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai
kesepakatan dan biaya administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih
mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar
pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin
dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan
kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah,
sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun
semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan
pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi
konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan
rumah. Dari kasus ini perusahaan properti tersebut telah melanggar prinsip
kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen)
dengan alasan yang tidak masuk akal.
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman
membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah
perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi
bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor
melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan
perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami
kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan
telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan
yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
- Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah X dari perusahaan
pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena
anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari
perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung
mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang
masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati
pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
D. Faktor-faktor
pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal tersebut adalah
untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak
buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan
pelanggaran antara lain :
- Banyaknya
kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
- Ingin
menambah pangsa pasar
- Ingin
menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor
pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan
produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan
sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann
produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya
bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga faktor tersebut, masih
banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying,
Cheating and Stealingmemberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang
berbuat curang, yaitu :
- Orang
yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
- Orang
yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi
pendusta.
- Orang
yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan
keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
- Orang
yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa
tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat
curang.
- Orang
yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada
orang yang dungu (ignorant).
- Orang
yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
- Kesempatan
yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang
melakukannya.
- Masing-masing
individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat
yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau
menjadi pencuri.
- Kehendak
berbohong, main curang dan mencuri akan meningkat apabila orang mendapat
tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang dirasakannya sangat penting.
- Perjuangan
untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk berlaku tidak jujur.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dilihar dari berbagai fakta yang telah
dijelaskan di atas, pebisnis di Indonesia banyak yang melakukan pelanggaran
etika dalam menjalankan kegiatan berbisnisnya. Walaupun tidak dapat dikatakan
semua pebisnis melanggar etika. Pebisnis yang melanggar etika bukan hanya dari
kalangan pebisnis yang mempunyai perusahaan besar dan maju, namun juga
dilakukan pebisnis kecil yang menjalani bisnisnya dengan modal yang kecil.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang
terjadi adalah adanya interaksi antara produsen atau perusahaan dan pekerja,
produsen dan konsumen, produsen dan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan
ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun, pencapaian keuntungan tidak
hanya oleh satu pihak. Dari sudut pandang ini, bisnis yang baik berarti bukan
hanya mendapatkan banyak laba, tetapi bisnis yang berkualitas dan etis.
Selama suatu perusahaan mempunyai produk
yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat, di samping itu juga dikelola
dengan manejemen yang tepat di bidang produksi, finansial, sumberdaya manusia
dan lain-lain, tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau
lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis merupakan
suatu unsur mutlak dan perlu dalam masyarakat modern. Tetapi, bisnis tidak
dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.
Di dalam persaingan dunia usaha yang
sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar
lagi. Seorang konsumen yang tidak puas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang
di sekitarnya.
Dalam zaman informasi seperti ini,
baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif.
Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara
etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara untuk membuat suatu kegiatan
bisnis tetap berlangsung dan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang.
Hal yang terpenting bagi pelaku bisnis
adalah bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang pantas dalam kegiatan
bisnis yang berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan kegiatan
bisnisnya selalu berusaha berada dalam kerangka etis, yaitu tidak merugikan
siapapun secara moral. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika
perusahaan akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah
maupun jangka panjang karena :
- Akan
dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi
baik intern perusahaan maupun dengan eksternal
- Akan
dapat meningkatkan motivasi pekerja
- Akan
melindungi prinsip kebebasan berniaga
- Akan
meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan
akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat
kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar,
ataupun larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan
maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan
bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan
yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang
karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi
perusahaan. Oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Memang benar. kita tidak bisa berasumsi
bahwa pasar atau dunia bisnis dipenuhi oleh orang-rang jujur, berhati mulia,
dan bebas dari akal bulus serta kecurangan atau manipulasi. Tetapi sebenarnya,
tidak ada gunanya berbisnis dengan mengabaikan etika dan aspek spiritual.
Biarlah pemerintah melakukan pengawasan, biarlah masyarakat memberikan
penilaian, dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya) akan bekerja dengan
sendirinya.
Dalam bisnis, sebagaiman kehidupan,
memutuskan apa yang benar dan yang salah dalam situasi tertentu tidaklah suatu
pilihan yang mudah untuk dilakukan. Bisnis memiliki tanggung jawab yang besar
kepada pelanggan, karyawan, investor, dan masyarakat secara keseluruhan.
Kadang-kadang konflik muncul dalam usaha melayani berbagai kebutuhan dari
beragam pihak. Dalam kasus-kasus lain, konflik bisa muncul antara keputusan
yang ideal dengan keputusan praktis dalam situasi tertentu.
Ada 4 kekuatan utama yang membentuk etika
bisnis dan tanggung jawab sosial, yaitu kekuatan individual, oraganisasional,
masyarakat, dan hukum. Setiap kekuatan ini tidak beroperasi dalam ruang hampa,
tapi masing-masing berinteraksi dengan ketiga kekuatan lainnya, dan interaksi
ini mempunyai pengaruh yang kuat baik terhadap kekuatan maupun arah dari
masing-masing pengaruh.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar