Tulisan
9
HAK KONSUMEN YANG DI LANGGAR OLEH PELAKU BISNIS
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1. Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hak Atas
Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan
Bagi konsumen hak ini
harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari perspektif
keyakinan/ajaran agama tertentu.
2. Hak Untuk Memilih
Merupakan kebebasan
konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, barang
yang beredar di pasar haruslah terdiri dari beberapa merek untuk suatu barang,
agar konsumen dapat memilih.
3. Hak Atas Informasi
Bisa dipenuhi dengan
cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga dan kualitas atau
kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu jenis produk,
tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk sejenis, dengan demikian
konsumen bisa membandingkan antara satu merk dengan merk lain untuk produk
sejenis.
4 Hak Untuk Didengar
Pendapat dan Keluhannya
Ada dua instrumen
dalam mengakomodir hak untuk didengar: Pertama, Pemerintah melalui aturan hukum
tertentu dalam bentuk hearing secara terbuka dengan konsumen; Kedua, melalui
pembentukan organisasi konsumen swasta dengan atau tanpa dukungan pemerintah.
Hak untuk didengar menuntut adanya organisasi konsumen yang mewakili konsumen.
5. Hak Untuk
Mendapatkan Advokasi
Dengan hak ini,
konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan
implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial. Hak
ini dapat dipenuhi dengan cara:
Konsultasi hukum,
diberikan pada konsumen menengah ke bawah. Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan
oleh organisasi konsumen dan atau instansi pemerintah yang mengurusi
perlindungan konsumen;
Menggunakan mekanisme
tuntutan hukum secara kolektif (class action);
Adanya keragaman
akses bagi konsumen individu berupa tersedianya lembaga penyelesaian sengketa
konsumen, baik yang didirikan oleh pemerintah berupa Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap pemerintah kota / kabupaten.
6. Hak Untuk Mendapat
Pendidikan
Definisi dasar hak
ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat dilakukan baik
melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal yang
dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan
konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan juga menjadi kontribsi dan
tanggung jawab pelaku usaha.
7. Hak Untuk Tidak
Diperlakukan Secara Diskriminatif
Tindakan diskriminatif
secara sederhana adalah adanya disparitas, adanya perlakukan yang berbeda untuk
pengguna jasa/produk, dimana kepada konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh
karena itu adanya pelaku usaha yang menyediakan beberapa sub kategori pelayanan
dengan tarif yang berbeda-beda, susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak
dapat dikatakan diskriminatif.
8. Hak Untuk
Mendapatkan Ganti Rugi
Mendapatkan ganti
rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan si pelaku usaha tersebut. Bentuk ganti rugi dapat berupa:
- pengembalian uang
- penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya
- perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2)
UUPK).
9. Hak Yang Diatur Dalam Peraturan
Perundang-undangan Lainnya
Selain hak-hak yang
ada dalam UU PK, dalam UU lain juga diatur hak-hak konsumen, seperti UU
Kesehatan. Oleh karena itu dimungkinkan adanya hak konsumen tambahan sesuai
dengan tipikal sektor masing-masing. * Pelanggaran Hak-hak Konsumen Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan
hal yang jamak, masih kita jumpai sehari-hari kasus keracunan makanan dan
kecelakaan yang menempatkan konsumen sebagai korban. Beberapa sebab terjadinya
pelanggaran hak konsumen adalah rendahnya tanggung jawab pelaku usaha, tidak
maksimalnya regulasi pemerintah, dan mandulnya penegakkan hukum.
Pelanggaran hak-hak
konsumen dapat berupa pelanggaran bersifat substantif maupun prosedural
sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen atau berbagai UU sektoral.
CONTOH HAK KOSUMEN
YANG DILANGGAR
hak konsumen yang
dilanggar terjadi di sumba timur . warga Keluarahan Wangga, Kecamatan Kambera,
Kabupaten Sumba Timur saat mengikuti sosialisasi UU Perlindungan Konsumen Nomor
8 Tahun 1999 oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kabupaten Sumba Timur,
Rabu (2/7/ 2008). Sosialisasi itu disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan
Konsumen, Paulus KB Tarap, Kasi Pembinaan dan Pengembangan Usaha, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumba Timur, Domu Wara, S.E dan
Pengurus YLKI Sumba Timur.
Warga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak konsumen, karena pelanggaran-pelanggaran terhadap hak konsumen selama ini masih terus berlangsung. Sementara UU perlindungan konsumen, kata warga, baru tahap sosialisasi, padahal sudah ditetapkan sejak tahun 1999.
Peserta yang terdiri dari pemuda karang taruna, tokoh agama, tokoh masyarakat mengaku kaget setelah mendengar berbagai sanksi yang cukup berat dalam undang-undang tersebut terhadap setiap pelanggaran terhadap hak-hak Konsumen dan bentuk-bentuk pelanggaran seperti apa yang bisa ditindak dengan undang-undang tersebut. Markus misalnya, meminta YLKI Sumba Timur dan pemerintah mensosialisasikan undang-undang ini tidak hanya kepada warga masyarakat tetapi juga kepada pelajar di sekolah dan orang tua siswa. Sementara Soleman mengatakan, pelanggaran terhadap hak konsumen masih terus terjadi karena tidak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap para pelaku pelanggaran. Akibatnya, kata Soleman, tidak da efek jera dari para pelaku. Para peserta juga menyoroti masalah rekening air dan listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian. Juga, enertiban minuman keras tradisional. Mereka mempertanyakan, sikap pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perindag Sumba Timur terhadap usaha minumam yang selama ini menjadi sasaran penertiban pihak kepolisian dengan alasan tidak memiliki izin dan kadar alkoholnya elum diketahui. Aloysius meminta pemerintah agar usaha minumam keras tradisional ini jangan dimatikan tetapi dibina sehingga produk yang dihasilkan memenuhi standar baik kadar alkoholnya maupun kebersihan karena selama ini wadah yang digunakan untuk membuat miras tradisional mudah terkontaminasi seperti drum aspal, drum merkuri dan drum bekas oli. Sementara untuk penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran hak-hak konsumen, Aloysius meminta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan membentuk PPNS dan segera minta rekomendasi dari Departemen Hukum dan HAM agar masa kerja PPNS yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak konsumen berlaku selama tiga tahun. Penyidikan PPNS, katanya, harus sampai tahap P21 atau pengadilan sehingga tidak ada lagi campur tangan polisi dan jaksa.
Warga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak konsumen, karena pelanggaran-pelanggaran terhadap hak konsumen selama ini masih terus berlangsung. Sementara UU perlindungan konsumen, kata warga, baru tahap sosialisasi, padahal sudah ditetapkan sejak tahun 1999.
Peserta yang terdiri dari pemuda karang taruna, tokoh agama, tokoh masyarakat mengaku kaget setelah mendengar berbagai sanksi yang cukup berat dalam undang-undang tersebut terhadap setiap pelanggaran terhadap hak-hak Konsumen dan bentuk-bentuk pelanggaran seperti apa yang bisa ditindak dengan undang-undang tersebut. Markus misalnya, meminta YLKI Sumba Timur dan pemerintah mensosialisasikan undang-undang ini tidak hanya kepada warga masyarakat tetapi juga kepada pelajar di sekolah dan orang tua siswa. Sementara Soleman mengatakan, pelanggaran terhadap hak konsumen masih terus terjadi karena tidak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap para pelaku pelanggaran. Akibatnya, kata Soleman, tidak da efek jera dari para pelaku. Para peserta juga menyoroti masalah rekening air dan listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian. Juga, enertiban minuman keras tradisional. Mereka mempertanyakan, sikap pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perindag Sumba Timur terhadap usaha minumam yang selama ini menjadi sasaran penertiban pihak kepolisian dengan alasan tidak memiliki izin dan kadar alkoholnya elum diketahui. Aloysius meminta pemerintah agar usaha minumam keras tradisional ini jangan dimatikan tetapi dibina sehingga produk yang dihasilkan memenuhi standar baik kadar alkoholnya maupun kebersihan karena selama ini wadah yang digunakan untuk membuat miras tradisional mudah terkontaminasi seperti drum aspal, drum merkuri dan drum bekas oli. Sementara untuk penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran hak-hak konsumen, Aloysius meminta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan membentuk PPNS dan segera minta rekomendasi dari Departemen Hukum dan HAM agar masa kerja PPNS yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak konsumen berlaku selama tiga tahun. Penyidikan PPNS, katanya, harus sampai tahap P21 atau pengadilan sehingga tidak ada lagi campur tangan polisi dan jaksa.
REFERENSI